15fUkKsZVT9yDgBv50vtln5Ad8Y63wPOAJoCaduz
Bookmark

# Pukulan, Seni Bela Diri yang Lahir di Tanah Betawi #


( Indonesia )

Silat Betawi adalah salah satu ilmu beladiri dari pencak silat yang ciri khas gerakannya menggunakan atau menonjolkan serangan tangan, kaki yang sangat cepat serta tenaga dalam untuk melakukan serangan atau untuk mempertahankan diri. Silat betawi atau maen pukulan salah satu identitas dalam kehidupan masyarakat Betawi sejak zaman dahulu hingga saat ini. Sejak dahulu silat betawi sudah menjadi sebuah wadah dari 


akulturasi beragam budaya dan pencampuran berbagai macam ilmu bela diri. Dengan keberagaman ini menyebabkan terjadinya pertukaran seni, budaya, adat istiadat hingga ilmu beladiri yang berkembang saat itu atau masyarakat betawi biasa menyebutnya dengan istilah "Maen Pukulan" (pencak silat khas betawi). 

Silat betawi diperkirakan sudah ada sejak abad ke 16 atau pada zaman kolonial Belanda. Masyarakat Betawi tempo dulu membentuk para jagoan silat Betawi yang bertujuan untuk membantu masyarakat kecil yang tertindas akibat perlakuan buruk yang dilakukan tentara kolonial Belanda dan melakukan perlawanan terhadap tentara kolonial Belanda. Pada masa itu silat betawi tidak hanya dijadikan ilmu bela diri untuk


 menyerang atau untuk mempertahankan diri saja tetapi juga menampilkan dari sisi kesenian dari silat betawi, yaitu menggabungkan antara seni bela diri dengan seni sastra pantun yang sering ditampilkan atau dikhususkan untuk acara perkawinan maupun 


khitanan (sunatan). Masyarakat Betawi sering menyebutnya dengan istilah palang pintu. Hal ini memperkuat dugaan bahwa silat betawi tidak hanya berfungsi sebagai ilmu beladiri tetapi sudah menjadi suatu kesenian atau kebudayaan dari masyarakat Jakarta khususnya Betawi yang sudah melekat dalam kehidupan sehari-hari


Anak muda Betawi saat ini sudah jarang yang mengetahui tentang Silat Betawi. Hasil observasi penulis kepada anak-anak muda Betawi yang berada di wilayah Srengseng Sawah, Jakarta Selatan menunjukkan dari 30 anak muda Betawi yang dilakukan wawancara, hanya sepuluh persen yang menjawab cukup tahu tentang Silat

 Betawi.  Adapun penampilan Silat Betawi sendiri sudah jarang bahkan tidak pernah dilakukan di acara-acara kemasyarakatan seperti pada acara kemerdekaan HUT RI dan jarang ditampilkan dalam acara pernikahan maupun khitanan di Jakarta pada saat ini.  Di sisi lainnya, para sesepuh dan tokoh masyarakat Betawi juga jarang mengajarkan kepada generasi muda tentang Silat Betawi.


Kondisi lain yang menyebabkan anak muda Betawi saat ini tidak mengetahui tentang silat Betawi adalah karena pengaruh dari perkembangan teknologi informasi, yaitu gadget yang digunakan untuk bermain game. Dan malasnya anak muda Betawi untuk ikut serta dalam kegiatan latihan pencak silat betawi, mereka lebih memilih melakukan kegiatan nongkrong atau melakukan kegiatan yang tidak ada manfaatnya bersama teman-teman sebayanya

Jangan biarkan Silat Betawi punah. Silat betawi merupakan kekayaan seni budaya Jakarta yang penting artinya bagi perkembangan kebudayaan, sehingga perlu adanya proses pelestarian demi memupuk kesadaran pada diri untuk melestarikan kebudayaan Jakarta atau Betawi. Gagasan membentuk wadah bagi silat betawi muncul pada tahun 1972, yang bertujuan mempersatukan pesilat betawi ke dalam organisasi Persatuan Pencak Silat Putra Betawi pada tanggal 20 Januari 1972.

Salah satu rencana untuk melestarikan silat betawi kedepannya adalah mengadakan acara Kejuraan khusus pencak silat khas betawi. Dengan adanya kegiatan ini diharapkan keberadaan silat betawi tetap eksis kembali walaupun tidak sepopuler pada zaman dahulu dan juga mengangkat silat betawi sebagai salah satu kebanggaan warga Jakarta



 khususnya Betawi. Kegiatan lainnya dengan menyelenggarakan Festival silat Betawi, mengundang seluruh perguruan pencak silat betawi untuk ikut hadir menyemarakkan acara tersebut. Setiap kegitan silat betawi didokumentasikan, selanjutnya dibuatkan film dokumenter tentang silat betawi agar dapat ditonton oleh masyarakat umum khususnya


 para generasi muda Betawi, serta diharapkan peran pemuda Betawi dapat bersama-sama melestarikan salah satu kebudayaan Jakarta khususnya Betawi dan memperkenalkan kembali pencak silat khas betawi kepada generasi muda lainnya.

Sebagai generasi muda yang tinggal di Jakarta kita harus selalu melestarikan budaya kita sendiri, kalo bukan kita siapa lagi??

( English )

Betawi Silat is one of the martial arts of pencak silat which is characteristic of its movements using or accentuating the attacks of the hands, feet very quickly and the power to carry out attacks or to defend themselves. Betawi silat or maen blows one of


 the identities in the Betawi community life since ancient times until now. Since long ago Betawi silat has become a container of various cultures acculturation and mixing various kinds of martial arts. With this diversity, there was an exchange of art, culture, customs, and the martial arts that developed at that time or the Betawi community used to call it the term "Maen Punch" (Betawi pencak silat).


Betawi silat is estimated to have existed since the 16th century or during the Dutch colonial era. The Betawi people in the past formed Betawi martial arts heroes who aimed to help small communities who were oppressed due to ill-treatment by the Dutch colonial army and fought against the Dutch colonial army. At that time Betawi silat was


not only used as a martial art for attacking or for self-defense, but also in terms of the arts of betawi silat, namely combining martial arts with literary pantun which is often displayed or devoted to marriage and circumcision (circumcision) ). Betawi people often


 call it the doorstop. This reinforces the notion that Betawi silat not only functions as a martial art but has become an art or culture of the people of Jakarta, especially Betawi, which is inherent in daily life.


Betawi young people now rarely know about Betawi Silat. The writer's observation of Betawi youths in Srengseng Sawah, South Jakarta shows that of the 30 Betawi youths interviewed, only ten percent answered that they knew enough about Silat Betawi. The


appearance of Betawi Silat itself is rarely even done in social events such as the Independence of the Republic of Indonesia Independence Day and is rarely displayed in weddings or circumcisions in Jakarta at this time. On the other hand, Betawi elders and community leaders also rarely teach the younger generation about the Betawi Silat.


Another condition that causes the Betawi youth to not know about the Betawi silat is due to the influence of the development of information technology, namely gadgets used to play games. And the laziness of Betawi young people to participate in Betawi martial arts training activities, they prefer to do hanging out activities or do activities that are of no benefit to their peers


Don't let the Betawi Silat become extinct. Betawi silat is a cultural property of Jakarta which is important for the

development of culture, so it is necessary to preserve the process in order to foster self-awareness to preserve Jakarta or

Betawi culture. The idea of ​​forming a place for Betawi silat emerged in 1972, which aimed to unite Betawi pesilat into the Putra Betawi Pencak Silat organization on January 20, 1972.


One of the plans to preserve the Betawi Silat in the future is to hold a special Kejuraan event in Betawi Silat. With this activity, it is hoped that the existence of

Betawi Silat will still re-exist even though it is not as popular as in ancient times and

also raised Betawi Silat as one of the pride of the citizens of Jakarta, especially

Betawi. Other activities by holding the Betawi Silat Festival, inviting all Betawi martial arts schools to come to

enliven the event. Every activity of Betawi Silat is documented, then a documentary film about Betawi Silat is made so that it can be watched by the general public

especially the Betawi young generation, and it is hoped that the role of Betawi youth can jointly preserve one of Jakarta's cultures especially Betawi and reintroduce the Betawi martial arts to the generations of Betawi Silat other young.

As young people who live in Jakarta, we must always preserve our own culture, if not us anymore ??