15fUkKsZVT9yDgBv50vtln5Ad8Y63wPOAJoCaduz
Bookmark

sejarah aliran kyokushin karate


( Indonesia )

Masutatsu Oyama, pendiri aliran Kyokushin,

lahir sebagai seorang Korea yang bernama

Choi Hyung Yee. Sewaktu kecil di Korea, 

beliau mempelajari seni bela diri Korea 


yang bernama Chabee. Chabee mendapat pengaruh 

dari seni bela diri Tiongkok "Seni 18 Telapak 

Tangan" yang dikembangkan lebih lanjut oleh

orang Korea menjadi Chabee. 

Sejak kecil, Choi Hyung Yee bukanlah

seorang anak yang diam saja dan 

bersabar kalau diganggu. Ia sering 

terlibat dalam perkelahian, apalagi bila ia atau 


teman-temannya diganggu. Kepribadian yang

agresif inilah yang ia wariskan ke Kyokushin

menjadi sebuah aliran yang menekankan offense, 

dan pentingnya menjatuhkan lawan secepat mungkin.


Pada masa Perang Dunia 2, Choi 

Hyung Yee pindah ke Jepang dan 


mendaftarkan diri sebagai mekanik 

pesawat tempur. Di Jepang, ia 

tinggal bersama keluarga perantuan 


dari Korea dan mengadopsi nama 

keluarga mereka, Oyama. Pada saat itu 

banyak orang perantauan yang 


mengadopsi nama Jepang agar mudah 

berbaur dan diterima masyarakat 

Jepang. Setelah perang usai pada 

tahun 1945, beliau mempelajari 

karate Shotokan dari guru besar Gichin Funakoshi. 

Pada saat yang bersamaan, 

beliau bertemu dengan sesama 

perantauan dari Korea bernama 


So Nei Chu. So Nei Chu mewarisi 

Goju-Ryu dari Gogen Yamaguchi, 

dan Mas Oyama mempelajari 

Goju-Ryu dari So Nei Chu.



Mas Oyama lalu mendirikan sebuah 

dojo karate di Tokyo. Karate di dojo 

ini menekankan pentingnya latihan 

full-contact kumite (latih-tanding 


tanpa pelindung). Menurutnya, 

full contact kumite merupakan 

hal yang penting untuk 

mengasah semangat dan 

ketrampilan berkelahi. Hal ini 

sempat menimbulkan ketegangan 


dengan tetua-tetua 

dari aliran karate 

lain yang berpendapat 

bahwa praktek aplikasi 

karate secara langsung itu 

berbahaya dan tidak perlu.


Puncak ketegangan ini muncul 

pada tahun 1960-an. Pada

waktu itu, petinju Muay Thai menyatakan 

bahwa Thai Boxing adalah seni 

bela diri yang terkuat, dan ia 

telah mengalahkan banyak 

wakil aliran bela diri, termasuk karate Jepang 

(Pada waktu itu, karate 

sedang populer di dunia 


internasional, dan 

petinju Muay Thai ini ingin 

memanfaatkan kesempatan 

untuk mencari nama). Petinju Muay 

Thai tersebut meminta wakil 

resmi dari Jepang untuk menjawab tantangannya. 

Sikap resmi dari aliran-aliran Karate di Jepang 

adalah untuk tidak melayani tantangan 

tersebut, karena tujuan dari Karate 


adalah untuk membina mental dan 

salah satu dari perwujudan 

penempaan mental tersebut 


adalah untuk menghindarkan dari 

perkelahian yang tidak perlu. Akan 

tetapi, Mas Oyama berpendapat 

bahwa "Karate memang bukan 

untuk mencari masalah. Tetapi 

apabila masalah itu datang 

dengan sendirinya, lari dari 

masalah adalah tindakan pengecut". 

Ia mengirim 3 murid terbaiknya 

ke Thailand untuk bertanding 

dengan aturan Muay Thai. 

Dua dari tiga muridnya tersebut 

menang dan mereka kembali ke 

Jepang dielu-elukan 


sebagai pahlawan yang 

mengangkat harga diri Jepang. 

Hal ini menambah ketegangan antara


aliran Oyama ini dengan aliran-aliran 

Karate yang lain, sehingga banyak aliran 

lain yang menjuluki aliran Oyama 

sebagai "bukan Karate" dan 

"ilmunya para berandalan".


Mas Oyama tidak ambil pusing 

atas tanggapan tersebut. Ia 

secara resmi mendirikan 

Kyokushin yang berarti kebenaran 


tertinggi yang beliau yakini sebagaimana 

Karate seharusnya diajarkan dan 


dipelajari. Ia mengadakan

turnamen-turnamennya sendiri merespon 

dilarangnya Kyokushin mengikuti 

pertandingan-pertandingan Karate. 


Meski di-'anak-tiri'-kan, Kyokushin